Sejarah Mataram (4) Sultan Agung Hanyokrokusumo
Siapa
yang tidak mengenal kebesaran Raja ketiga dari Dinasti Mataram Islam ini. Raja
yang mampu mengantarkan kejayaan Mataram
Islam ini menjadi raja yang sangat dielu-elukan oleh rakyatnya. Untuk
memahami sejarah perjuangan Sultan Agung, dibawah ini kami uraikan mengenai
asal- usul dan awal mula Mas Rangsang diangkat sebagai Raja Mataram.
Sultan
Agung Hanyokrokusumo memiliki nama kecil Mas Rangsang, terlahir di ibukota
pemerintahan Mataram yakni Kotagede pada tahun 1593. Ayahnya merupakan Raja
kedua Mataram yakni Prabu Hanyokrowati melalui pernikahannya dengan putri dari
raja Pajang. Pada saat dinobatkan menjadi Raja Mataram, usia Mas Rangsang
menginjak 20 tahun dengan gelar Prabu Hanyokrowati sebagaimana yang telah kita
sampaikan pada Raden Mas Martapura, Jadi
Raja Bag Mimpi Raden Mas Rangsang menggantikan kedudukan Raden Mas
Martapura sebagai raja Mataram.
Prabu
Hanyokrowati merupakan sosok raja yang dikenal cerdas dan tangkas,
kebijaksanaan beliau dalam memimpin Mataram menjadikan beliau seorang raja yang
sangat dicintai oleh rakyatnya.
Sebagaimana
yang kita uraikan pada Kekuasaan Prabu
Hanyokrowati, Raja Kedua Mataram Islam
kondisi kerajaan Mataram saat itu baik secara politik dan ekonomi tidaklah
stabil. Pemberontakan dan perlawanan terjadi di berbagai tempat.
Pada
masa kekuasaan Prabu Hanyokrokusumo inilah kadipaten- kadipaten yang melakukan
pemberontakan dapat dikuasai kembali. Tak hanya sampai disitu, Mataram mampu
memperluas kekuasaannya hingga Pasuruan, Madura, bahkan sebagian wilayah
Kalimantan.
Setelah
berhasil mengusai Madura pada tahun 1624 Prabu Hanyokrokusumo mengganti
gelarnya menjadi Susuhunan Agung Hanyokrokusumo yang dalam perkembangannya
lebih dikenal sebagai Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Meskipun
secara wilayah Mataram mampu menguasai hampir seluruh wilayah di Jawa dan
sebagian wilayah Kalimantan, namun kondisi ekonomi jelas belum mengalami
peningkatan. Hal ini terjadi karena biaya yang dikeluarkan dalam berbagai
peperangan sangat banyak. Terlebih setelah peperangan yang terjadi di Pati karena
pemberontakan dari Adipati Pragola yang tak lain adalah sepupu dari Sultan
Agung sendiri. Di sisi lain pendirian
kraton di daerah Karta, Pleret, Bantul yang dimulai dari tahun 1614 hingga
1618 juga memakan biaya yang tidak sedikit. Tak hayal jika Mataram mengalami
kekurangan dalam hal perekonomian.
Menyiasati
hal tersebut Sultan Agung menjalin hubungan dagang dengan berbagai kerajaan.
Dengan ini terbina perdagangan yang baik antar wilayah bawahan Mataram. Bahkan
dari hubungan ini pula Mataram mampu menyatukan wilayah Jawa kecuali Banten dan
Jayakarta yang saat itu dikuasai oleh
VOC. Kedua wilayah inilah yang kini menjadi ancaman kerajaan Mataram Islam.
Menindaklanjuti
hal tersebut Sultan Agung mengatur siasat untuk menaklukkan keduanya. Pada
Awalnya Sultan Agung memberikan tawaran kerjasama pada VOC yang tengah
menguasai Jayakarta untuk menaklukkan kerajaan Demak, namun tawaran tersebut
ditolak mentah-mentah oleh VOC.
Melihat
penolakan dari VOC Sultan Agung menyusun siasat lain dengan memperkuat pasukan
perang. Berbagai usaha dalam memperkuat pasukan perangpun dilakukan, salah
satunya dengan membendung sungai opak dan sungai progo menjadi sebuah laut
buatan yang dikenal dengan sebutan Segoroyoso
(Kini menjadi Desa Segoroyoso).
Dalam pembangunan Segoroyoso inilah kemudian lahir sejarah dan cerita mengenai hubungan Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Dengan
berbekal kekuatan yang ada Sultan Agung mengirimkan pasukan untuk menaklukkan
Jayakarta yang saat itu dikuasai VOC dan diganti nama dengan Batavia pada tahun
1628. Sedari dalam pertempuran tersebut pasukan Mataram mengalami kegagalan
namun Sultan Agung kembali mengirimkan pasukan pada tahun berikutnya. dari
kedua peperangan ini Mataram tidak berkesampaian menguasai Batavia.
Akhirnya
Sultan Agung mengurungkan niatnya untuk menaklukkan Batavia dan berkonsentrasi
untuk mengurusi keadaan dalam negeri dan memberikan kemakmuran dan ketentraman
pada seluruh rakyatnya. Meski demikian Mataram tetap bersikukuh tidak mau
berdamai dengan pihak Belanda, khususnya VOC yang menguasai perdagangan dengan
menutup seluruh akses perdagangan di wilayah pesisir. Dengan demikian Mataram
terasing dari hubungan dunia luar sehingga mengandalkan perekonomian dari hasil
bumi (pertanian).
Dari
hasil pertanian inilah kemudian Mataram mampu menjadi kerajaan yang makmur,
sentosa, aman, serta tentram. Sultan Agung Wafat pada usia 52 tahun tepatnya
pada tahun 1645 kemudian dimakamkan pada komplek pemakaman raja-raja Mataram di Imogiri yang selesai dibangun pada
tahun 1640. Pengganti Raja Mataram berikutnya adalah Raden Mas Sayidin yang
bergelar Sunan Amangkurat I. Kelak Mataram
pada masa kekuasaan Sunan Amangkurat I inilah yang kemudian menjadi sasaran
empuk Bangsa Belanda.
Semoga
dengan membaca uraian singkat mengenai sejarah kerajaan Mataram Islam pada masa
kepemimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo diatas dapat menambah wawasan bagi
Anda. Selain dikenal sebagai raja yang mampu mengantarkan kejayaan Mataram Islam Sultan Agung juga tercatat
sebagai pahlawan nasional karena jasanya yang besar dalam melawan penjajah dengan
diterbitkannya surat keputusan presiden pada tahun 1975.
Baca Juga: